Penunaian Janji Awal Tahun

Kali ini, saya akan sedikit melanjutkan tulisan terakhir yang saya unggah di Jurnal Merah ini pada awal Januari lalu. Dalam catatan kaki yang ada dalam tulisan tersebut, saya menuliskan kalau saya harus segera membuat pengakuan kepada seseorang. Seorang teman baik. Seorang teman dekat. Entah, apakah untuk saat ini (ketika tulisan ini terunggah) dia masih menganggapnya begitu, tapi kalau saya, sih, iya. Terlepas dari apa yang baru saja terjadi –wah, ini panjang kalau harus diceritakan– bagaimanapun, dia masih teman baik saya –kamu masih teman baik saya.

Dan, syukurlah, pada bulan itu juga, pengakuan –yang rencananya akan saya utarakan pada Maret atau April– itu tertunaikan sudah. Dengan segenap keberanian yang disertai dengan ketidakstabilan emosi –sehingga saya sempat menangis tersedu-sedu dan ironisnya tidak malu– malam itu semua keluh kesah saya tumpah ruah. Kepadanya saya bercerita bahwa saya sempat marah, saya sempat patah, dan saya sempat tak terima. Saya menyalahkan diri saya tapi, tentu, juga dirinya atas apa yang terjadi –syukurnya, dia juga mengakui jika dirinya salah.

Tapi, tak disangka, pengakuan saya tersebut justru membawa kami ke relasi yang lebih akrab –padahal saya sudah menyiapkan mental jika relasi baik kami berakhir saat itu juga. Bahkan, pengakuan itu juga membuat kami jadi lebih mengerti dan terbuka antara satu sama lain. Malam itu, saya pun merasa hidup saya jauh lebih baik. Tidak ada lagi satu-dua hal yang membebani hati. Lega. Tuntas sudah hal-hal yang selama ini mengusik kepala ini. Saya pun mengawali jalannya tahun 2017 dengan hati yang jauh bahagia –setidaknya hingga sebelum kejatuhan saya di bulan ketiga.

***

Membuat sebuah pengakuan, apapun itu jenis dan konteksnya, harus diakui bahwa mau bagaimana pun itu tidaklah mudah. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan. Soal keberanian, terutama –setidaknya buat saya. Keberanian dalam mengungkapkan. Juga keberanian dalam menerima reaksi lawan atas pengakuan yang diutarakan.

Tapi, percayalah. Ketika kamu sudah berhasil menaklukan ketakutanmu itu, rasanya sungguh amat menyenangkan. Lagi pula, apa enaknya memendam semuanya sendirian? Akan ada banyak hal yang bisa kamu dapatkan jika kamu mau berbagi, termasuk berbagi kegundahan. Terlepas dari apakah relasimu itu kemudian membaik atau memburuk akibat pengakuan yang kamu ucapkan, ada satu hal penting yang telah kamu menangkan. Kamu telah mengalahkan ketakutanmu.


Kamu telah belajar untuk lebih berani.

Comments