[Book Review] Reruntuhan Musim Dingin

Sumber: Goodreads

Judul : Rerentuhan Musim Dingin
Penulis : Sungging Raga
Penerbit : Diva Press
Terbit : Januari 2016
Tebal : 204 halaman
ISBN : 978-602-391-079-3

Reruntuhan Musim Dingin merupakan antologi cerpen. Di dalamnya terdapat 22 buah cerpen yang beberapa di antaranya pernah dimuat dalam surat kabar dan tabloid. Dalam menuliskan cerpen-cerpennya, sang penulis di sini menggunakan diksi yang sederhana. Namun, kesan indah dalam tulisannya tetap ada.

Menurut saya pribadi, aspek yang dijual pada sebagian besar cerpen di dalamnya lebih ke jalan cerita, bukan akhir cerita. Untuk tema sendiri, mayoritas kisah-kisahnya berbicara mengenai cinta dan perpisahan. Menariknya, meski bertema mainstream, kisah-kisah tersebut tidak terkesan picisan. Meski begitu, harus saya akui bahwa kesamaan tema cerita pada cerpen-cerpen Sungging Raga dalam buku ini membuat saya agak bosan.

Lepas dari itu, beberapa cerita pendek yang menarik buat saya yang pertama adalah Selebrasi Perpisahan. Cerita tersebut ditulis dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga dan memiliki alur progresif. Hanya ada dua tokoh dalam cerita tersebut. Selebrasi Perpisahan ini sendiri berkisah tentang perpisahan sepasang kekasih karena ayah dari sang perempuan tidak merestui hubungan keduanya. Yang menarik, ending cerita di sini ditulis menggantung. Sang penulis menyerahkan ending sepenuhnya kepada interpretasi pembaca.

Cerita kedua adalah Biografi Kunnaila yang ditulis dengan sudut pandang orang ketiga. Berkisah tentang kehidupan Kunnaila sendiri yang mana adalah seorang gadis yang lahir di bawah rembulan. Kehidupannya penuh liku-liku, hingga akhirnya ia menikah dengan seorang masinis. Namun, tragedi kecelakaan yang dialami suaminya membuat kehidupan enak yang dijalaninya tak bertahan lama. Buat saya, yang menarik adalah pesan tersirat yang coba penulis sampaikan.

Terakhir, cerita menarik yang ketiga versi saya adalah Abnormaphobia. Dikisahkan seorang gadis bernama Nalea yang secara tiba-tiba kehilangan rasa takut. Ia tak takut lagi dengan kecoa dan anjing tetangganya. Tak juga takut dimarahi oleh atasannya jika dirinya terlambat bekerja. Anehnya, hilangnya rasa takut tersebut justru membuatnya takut. Ia takut jika kemudian hari rasa takut itu tidak kembali sehingga dirinya tidak bisa merasakan takut lagi. Singkat cerita, datanglah ia ke seorang psikiater, dan melakukan apa yang disarankan oleh sang psikiater. Nah, bagian yang saya suka dari cerpen beralurkan maju ini ada pada ending-nya. Ada twist besar yang tak saya sangka.

Untuk perihal teknis, mulai dari kover, saya melihatnya biasa saja. Maksudnya, tidak jelek, namun juga tidak mencolok-colok amat. Sangat sederhana. Namun, jika dilihat dari judulnya dan setelah membaca cerpen dengan judul serupa, menurut saya kovernya terbilang representatif. Warna putih bisa diartikan sebagai sebuah penggambaran dari musim dingin di Kota London. Kemudian, keranjang permen di situ mewakili sang gadis bernama Nalea –si tokoh utama, yang menjual permen toffee, permen lokal yang dibuat dari adonan mentega.

Kemudian, untuk pemilihan jenis huruf pada judul, menurut saya, terbilang tepat. Tipe huruf “berkaki” menggambarkan bahwa cerita-cerita di dalamnya “berisi”.

Lalu, hal yang menarik dari segi teknis lainnya ada pada ilustrasi yang terdapat pada setiap cerpen. Dan saya pribadi sangat menyukai ilustrasi-ilustrasinya. Garis-garisnya yang tajam, menguatkan emosi pada cerita.


Akhir kata, selamat membaca!

Comments