Sumber: Goodreads |
Judul :
Dijual: Keajaiban
Penerjemah :
Tia Setiadi
Penerbit :
Diva Press
Terbit :
Desember 2015
Tebal :
228 halaman
ISBN :
978-602-391-049-6
Buku ini merupakan antologi cerita pendek. Di
dalamnya terdapat sembilan buah cerpen. Yang menarik dari buku ini adalah sang
pengarang cerpen di dalamnya, yang mana merupakan pengarang besar di Asia. Ada
Gao Xingjian dengan cerpennya yang berjudul “Di Sebuah Taman”, Khayriyah I.
As-Saqqaf yang menulis “Pembunuhan Cahaya di Alir Sungai”, kemudian adapula
Nagiub Mahfous dengan cerpennya yang diberi judul “Qismati dan Nasibi”.
Selain itu, tentu saja, ada Orhan Pamuk, penulis
kenamaan dari tanah Turki dengan cerpennya yang berjudul “Memandang ke Luar
Jendela”. Lalu, R.K. Narayan penulis dari India yang menulis “Anjing Buta”.
Adapula “Di Selatan Dua Lelaki Tua India” yang ditulis oleh Salman Rusdhie. Taufiq
el-Hakim dengan cerpennya yang berjudul “Dijual: Keajaiban”, “Tujuh Jembatan”
yang ditulis oleh Yukio Mishima, serta “Nampan dari Surga” yang ditulis oleh
Yusuf Idris.
Dari kesembilan penulis tersebut, jujur saja, saya
hanya mengetahui satu orang, yakni Pamuk. Oleh karenanya, cerpen yang pertama
saya baca adalah yang ditulis oleh Pamuk. Namun begitu, dibanding dengan
beberapa cerpen di dalamnya, saya justru tidak memfavoritkan cerpennya –tapi
bukan berarti saya tidak menyukainya.
Ada tiga cerpen yang saya favoritkan di sini, yakni
“Pembunuhan Cahaya di Alir Sungai”, “Qismati dan Nasibi”, serta “Dijual:
Keajaiban”. Untuk yang pertama, sebetulnya ceritanya sangat sederhana. Dengan
menggunakan sudut pandang orang pertama, penulis menceritakan tentang seorang
anak perempuan yang dijodohkan oleh orangtuanya. Namun, Raha –sang perempuan
yang dijodohkan, menolak. Tapi, tentu saja, cerita tak berakhir pada penolakan
yang dilontarkan oleh Raha. Dan, saya pikir untuk mengetahuinya lebih lanjut
kalian harus membacanya sendiri. Hanya saja, saya cukup menyayangkan bagian
akhir ceritanya yang terkesan agak digantungkan.
Lalu, untuk yang kedua, bercerita mengenai sebuah
keluarga yang ditulis dengan sudut pandang orang ketiga. Mohsen dan Siti
Anabaya merupakan pasangan suami-istri yang sudah lama tidak dikarunia anak.
Akan tetapi, keajaiban akhirnya muncul juga. Setelah penantian panjang ertahun-tahun,
akhirnya dikaruniakanlah anak kembar di kehidupan mereka. Namun, sayang seribu
sayang, anak kembar yang dilahirkan Siti tidaklah sempurna. Ketidaksempurnaan
tersebut kemudian memicu pertengkaran dan perselisihan yang mendalam di antara
si kembar. Poin yang saya suka dari cerita ini adalah pesan moralnya yang coba
penulis ungkapkan tanpa kesan menggurui. Bahwa manusia selalu saja
mempertanyakan kebahagiaan mereka dengan melihat apa yang tidak mereka miliki,
padahal kebahagiaan datang dengan cara yang sangat sederhana, yakni menyukuri
apa yang telah dimiliki.
Kemudian, untuk yang ketiga, alasan mengapa saya
menyukainya karena cerita yang bersangkutan memiliki twist besar pada bagian akhir. Di mana twist tersebut membuat saya benar-benar terperangah. Kalau boleh
saya bilang, saya akan mengatakan bahwa cerita ini ditulis dengan cerdas.
“Dijual: Keajaiban” berkisah mengenai seorang Rahib (yang diyakini) membawa
berkah bagi umatnya. Cerita tersebut ditulis dengan sudut pandang orang ketiga
dan beralurkan maju. Premisnya sederhana, tetapi, harus saya katakan sekali
lagi, eksekusinya mencengangkan.
Dan seperti apa yang dituliskan oleh Bara pada bagian
prolog, benar bahwa terjemahan pada buku ini terbilang baik. “Keasliannya”
tetap terasa, dan lebih dari itu banyak frasa-frasa baru yang akan mengisi
kamus perbendaharaan kata kita.
Untuk kover sendiri, buat saya, cukup menarik. Tone yang digunakan terbilang
representatif. Hal tersebut didasari dengan mengingat bahwa cerita di dalamnya,
sebagian, merupakan cerita yang sudah cukup lama ditulis, ditambah lagi dengan
faktor penulisnya yang mana merupakan penulis besar. Seperti manuskrip, kalau
Bara menyebutnya.
Akhirnya, selamat membaca!
Comments
Post a Comment