[Book Review] Pasir Pun Enggan Berbisik


Pasir Putih Bersaksi
Sumber: goodreads

Judul : Pasir Pun Enggan Berbisik
Penulis : Ttaufiqurrahman al-Azizy
Penerbit : Diva Press
Cetakan ke- : I, Februari 2015
Jumlah halaman :356 halaman
ISBN : 978-602-255-809-5

Novel yang ditulis dengan sudut pandang orang ketiga ini, memiliki beberapa tokoh utama di dalamnya. Salah satu tokoh tersebut adalah Agus Permana. Agus sendiri digambarkan dengan sosok yang memiliki perilaku yang sangat buruk –di masa lalunya. Mabuk-mabukan dan juga banyak melakukan perbuatan bejat sangat sering ia lakukan.

Sedari kecil ia hidup bersama Ayahnya –bernama Atmojo Prawiro, dan pembantunya –Mbok Mirah. Ibunya telah lama meninggal, yakni pada saat melahirkan Agus. Terjerumusnya Agus ke dalam kehidupan yang kelam tak lepas dari kurangnya perhatian sang ayah kepadanya. Ayahnya hanya sibuk bekerja dan berpikir bahwa dengan uang ia bisa memberikan Agus segalanya.
Menyadari bahwa dari ke hari tingkah Agus semakin bertambah buruk lagi, sang ayah pun mulai putus asa dengan cara apa ia dapat menyadarkan anaknya. Berbagai nasihat telah ia berikan untuk anaknya. Akan tetapi, semua nasihat itu mental. Tak berguna. Hingga pada akhirnya, muncullah ide untuk menjodohkan sanga anak dengan seorang perempuan baik-baik. Bersama Mbok Mirah, mereka mencari siapa perempuan yang dipandang cocok tersebut.

Singkatnya, Mbok Mirah pun kemudian “menemukan” Reni –gadis yang cantik dan juga solehah. Namun, kedekatan Agus dengan Reni justru berakhir dengan kehancuran di kedua belah pihak. Reni justru menjadi korban yang menanggung aib besar, sebab Agus justru melakukan perbuatan bejat terhadapnya. Tak hanya itu, Agus juga meninggalkan gadis tersebut dalam keadaan hamil.
Tak hanya menanggung malu, Reni juga menanggung sakit hati. Orang-orang terdekatnya –orang tua dan bahkan saudaranya, tak mau lagi menganggapnya bagian dari keluarga. Mengetahui hal tersebut, Atmojo bersama Mbok Mirahlah yang kemudian mengurus segala keperluannya. Hingga akhirnya, melahirkanlah ia disebuah vila di Pantai Carita. Akan tetapi, meski Atmojo selalu bersikap baik kepadanya, namun tetap saja Reni merasakan sakit hati. Beberapa hari setelah ia melahirkan, pergilah ia dari vila tersebut dengan membawa anaknya.
Di saat yang bersamaan waktu itu, Agus pun tersiksa dalam jeratan hukum dan orang-orang yang sangat membencinya. Dari situlah kemudian, muncul sebuah titik kesadaran yang menuntunnya untuk bertaubat kepada Ilahi.
Secara keseluruhan, narasi dalam novel ini cukup enak dibaca. Namun, menurut saya bahasanya agak terlalu muluk, dan terkadang hiperbolis. Saya pikir jika bahasanya dibuat sederhana saja, bukan tidak mungkin nantinya akan lebih memikat. Lepas dari itu, menurut saya yang dijual pada aspek ini lebih kepada akhir ceritanya. Saya pribadi pun juga menyukai ending ceritanya. Menurut saya, akhir cerita yang dibuat open interpretation tersebut sangat tepat untuk digunakan pada novel ini.
Nah, untuk segi teknis sendiri, saya pikir penulis di sini harus lebih teliti sebab terdapat sedikit kesalahan penulisan di dalamnya. Seperti misalnya, pada halaman 327, kata pohon kelapa tertulis menjadi pohon kepala. Lalu, untuk desain sampul dan tata letaknya sendiri, menurut saya tidak ada masalah. Semuanya terlihat simpel dan pas.
Dan akhirnya, selamat membaca!

Comments