[Book Review] Stronger than Me


Tentang Ibu, Tentang Perempuan
Sumber: goodreads

Judul : Stronger Than Me
Penulis : Jazim Naira Chand dkk
Penerbit : de Teens
Tahun terbit : Agustus 2014
Jumlah halaman : 252 halaman
ISBN : 978-602-296-004-1
"Beruntunglah engkau yang masih memiliki orang tua…" - halaman 162.

Membahas mengenai sosok orang tua baik ayah maupun ibu sepertinya tidak akan pernah ada habisnya. Bagaimana tidak? Kita ada di dunia ini karena mereka. Kita tumbuh dewasa seperti sekarang ini karena mereka pula. Dengan penuh kesabaran mereka menyuapi kita, merawat kita. Dengan mereka pula kita mulai belajar merangkak, berjalan hingga akhirnya bisa hidup mandiri seperti sekarang ini.

Bukannya bermaksud membeda-bedakan atau mengkastakan peran mereka. Bagi saya pribadi, tentulah peran mereka sama-sama besarnya dalam kehidupan saya. Saya hanya ingin sekedar bertanya saja, kalau untuk kalian siapa sih yang paling berjasa dalam hidup kalian? Ayahkah? Atau ibukah? Saya tidak heran apabila banyak diantara kalian yang akan menjawab “ibu”. Ya, sesungguhnya peran ibu sendiri memang sangatlah berat. Mulai dari mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, dan membesarkan kita. Dan tentu saja, semua hal itu tentunya tidak mudah seperti kelihatannya. Banyak hal yang pastinya mereka korbankan demi kita, anaknya. Bahkan tak tanggung-tanggung, mereka pun rela menukarkan nyawanya hanya demi kita. Ya, demi kita. Kita yang sering membangkang. Kita yang sering berlaku tidak baik. Kita yang tidak sering membantunya, meringankan beban kerjanya. Kita yang bahkan pernah meneriakinya. Namun, pada akhirnya toh mereka tetap sabar, menerima, dan hebatnya mau memaafkan bahkan juga melupakan perbuatan-perbuatan buruk yang pernah kita lakukan kepadanya.
Nah, berkaitan dengan sosok seorang ibu, ada satu buku yang banyak bercerita mengenai ketegaran seorang ibu. Buku tersebut berjudul “Stronger Than Me” yang mana merupakan sebuah antologi cerpen. Di dalamnya terdapat 19 cerita pendek yang bertemakan “inspiratif everlasting women”. Ke 19 cerita yang ada di dalamnya tentunya memiliki warna yang satu sama lain berbeda. Jelas saja, sebab latar belakang para penulisnya pun juga berbeda. Ada beberapa diantaranya yang diangkat dari kisah nyata pula. Dan satu hal pula yang pasti, bahwa ada pula cerita di dalamnya yang akan membuat kita tak kuasa untuk menahan air mata. Terlalu panjang rasanya jika saya harus menguraikan ke 19 cerita yang ada di dalamnya. Secara keseluruhan sebetulnya tidak ada cerita yang saya favoritkan. Tapi, kali ini entahlah saya cukup tertarik untuk menceritakan sedikit tentang kisah yang ditulis oleh Oriza Wahyu Utami. Judul ceritanya ialah “Buku ke-101 untuk Sketsa ke-30”.
Singkatnya, kisah tersebut bercerita tentang Alya dan Alika yang ditulis denngan sudut pandang orang pertama melalui kacamata keduanya. Dikisahkan Alya adalah seorang tuna netra. Ia buta karena mobil yang ia tumpangi bersama keluarganya mengalami kecelakaan. Kebutaannya itu tentunya membuatnya menjadi frustasi. Ia tak mau lagi keluar kamar. Sebulan berlalu, kondisi Ibu Alika yang sempat mengalami kritis pun mulai membaik. Namun, kondisi Alika justru semakin memburuk. Ia semakin menutup diri, tak mau bergaul. Mengetahui hal tersebut sang ibu pun ikut terpukul. Ya, ibu mana yang tidak prihatin melihat kondisi anaknya yang seperti itu? Namun, sang ibu pun tak habis akal. Berbagai cara ia lakukan untuk membangkitkan semangat hidup Alika. Dan hal tersebut berhasil. Namun, konflik yang terjadi tidak selesai sampai di situ saja. Ah, rasanya ingin sekali saya sampaikan cerita tersebut secara utuh. Namun, saya pikir tidak bijak apabila saya menyampaikannya dengan sangat detail. Jadi, untuk kelanjuatnnya silakan dibaca sendiri ya hehehe. Tapi, saya jamin kalian tidak akan menyesal ketika selesai membacanya :)
Untuk masalah konten tidak ada yang mau saya bahas. Mungkin lebih ke aspek teknisnya saja ya. Pada beberapa halaman masih banyak halaman yang bacaannya tercetak miring, tidak lurus, dan juga margin atas terlalu mepet. Kemudian, untuk desain halaman dalam (lagi-lagi saya harus mengatakannnya bahwa) mungkin akan lebih baik jika background hanya diberikan pada tiap-tiap awal cerita saja. Dan yang terakhir, untuk masalah pemilihan warna sampul (harus saya bilang bahwa) saya sangat menyukainya. Warna-warna jenis pastel sangat bagus untuk diaplikasikan pada sampul novel ini. Mengingat bahwa warna-warna pastel identik dengan ‘kelembutan’ dan tentunya hal ini sangat sesuai dengan isi cerita di dalamnya. Kemudian, untuk gambar sampulnya saya pikir tidak ada masalah, karena toh sejauh ini masih cukup merepresentasikan cerita-cerita pendek yang disajikan oleh buku ini.
Dan akhirnya, selamat membaca!

Comments