[Book Review] Soe Hok Gie ...sekali lagi Buku, Pesta dan Cinta di Alam Bangsanya


Mengenal Sosok Gie Lebih Dekat melalui Buku



Sumber: goodreads


Judul : Soe Hok Gie ...sekali lagi Buku, Pesta dan Cinta di Alam Bangsanya
Penulis : Rudi Badil, Luki Sutrisno Bekti, Nessy Luntungan
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun Terbit : 2009
Tebal Halaman : xl + 512 halaman
ISBN : 978-979-91-0219-5


“Lewat catatannya, Gie membuka cakrawala berpikir saya. Dia juga membuat saya malu karena begitu terbelakang dalam pengetahuan.” – Mira Lesmana

Saya memang sama sekali belum pernah bertemu dengan Gie. Bahkan sekedar ‘melihat’-nya pun saya juga belum pernah. Bagaimana tidak? Kami berdua hidup di jaman yang berbeda. Gie ada di era Bung Karno – Pak Harto, sedang saya baru lahir ketika jaman-jaman Soeharto akan lengser.

Awal kalinya saya mendengar namanya pun sekitaran tahun 2005. Itu pun gara-gara sebuah film garapan Riri Riza dan Mira Lesmana. Dan jangan tanya pula, apakah kala itu saya langsung mengerti isi dan pesan yang disampaikan pada film tersebut atau tidak. Sebab jawabannya tak lain adalah tidak.

Sosok Gie baru mulai saya pahami ketika saya berada dibangku sekolah menengah atas. Saat itu pun saya juga belum terlalu menaruh perhatian pada dirinya. Sebenarnya, baru mulai akhir-akhir ini saja saya mulai merasa ‘dekat’ dengan sosoknya melalui membaca.



Melalui buku “Soe Hok Gie ...sekali lagi” ini, saya seperti sedang berhadapan dengan Gie. Berkenalan dengannya. Berdialog. Dan bahkan juga mungkin berdiskusi serta bertukar pendapat atau pandangan. Saya merasa bahwa buku yang disusun oleh teman-teman terdekat Gie ini sukses menghidupkan kembali sosok Soe Hok-gie. Gambaran mengenai dirinya yang idealis, berani, kritis, dan berpegang teguh terhadap prinsip-prinsipnya sangat ter-representasikan di buku ini.

Tak hanya memuat berbagai cerita dan kesan yang dituliskan oleh teman-teman terdekatnya saja, buku ini juga memuat beberapa tulisan yang ditulis oleh Hok-gie sendiri. Kalau saya boleh bilang,mungkin ada beberapa tulisannya yang terkesan sedikit naif ketika sekilas saya baca. Namun, ketika saya baca dengan pemahaman yang lebih dalam lagi, saya pun menyadari bahwa itu bukanlah suatu kenaifan. Melainkan hal tersebut merupakan wujud dari idealisme Gie yang sangat kuat itu tadi.

Dalam buku tersebut, ada sepenggal cerita yang menyentuh hati saya ketika membacanya. Mengenai keberanian dalam dalam tulisan yang ditulisnya, Hok-gie pernah bercerita tentang ibunya yang sangat takut akan keselamatan anaknya. Hok-gie menjawab, agar mamanya membuat surat pernyataan bahwa dia bukan orangtua Hok-gie, sehingga akan tenanglah hidupnya. Mengenai soal hidup atau mati itu, ia pernah mengatakan tak takut mati dibunuh orang. Yang sangat ditakutinya adalah orang yang membuatnya cacat, sehingga ia tak berdaya dan menjadi beban sahabat dan keluarganya...

Sekali lagi, membaca buku tentangnya seakan membuat sang waktu seolah membeku. Kisah pilu menjelang hari dimana ia tutup usia juga tak kalah menyedihkannya. Ia meninggal tepat sehari sebelum ia memasuki usia barunya yang ke-27.

Betapapun ternyata dibalik sikapnya yang ‘keras’ ternyata ia sungguh merupakan sosok yang peduli terhadap orang-orang yang ada disekitarnya. Saya pikir Indonesia butuh banyak Gie lain saat ini. Gie lain yang juga idealis, kritis, berani, peduli. Gie lain yang ditengah krisis moral dan keadilan negeri ini mau dan mampu untuk menggugat kebobrokan hukum saat ini.

Dan akhirnya, selamat membaca!

Comments