Dari Seks, Cinta, Politik hingga Agama
Judul : Saman
Penulis : Ayu Utami
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Tahun terbit : Cetakan ke-30, September 2012
Tebal halaman : ix + 202 halaman
ISBN : 978-979-9023-17-9
“... sebab ia bukan mereka. Salib mereka bukan salibnya. Ia bukan perempuan sehingga tidak tau bagaimana terhinanya diperkosa. Dan ia tak punya istri sehingga tak yakin bisa sungguh mengerti kemarahan lelaki itu.”
Ada dua alasan utama mengapa saya memutuskan untuk ‘membawa’ pulang kisah roman ini. Pertama, karena gambar di sampulnya yang ‘syahdu’. Dan yang kedua tentu karena blurb pada halaman belakang yang saya baca saat mengambilnya. Dan lagi-lagi, perpaduan nuansa seks, politik, serta agamalah yang kemudian membuat saya tertarik untuk melihat bagaimana framing yang dilakukan oleh Penulis.
Saman bercerita mengenai kehidupan empat orang sahabat, yakni Shakuntala –seorang penari yang memiliki sifat cenderung selalu memberontak, Yasmin –seorang pengacara dan sekaligus aktivis di bidang hukum yang ‘jaim’, Laila –si fotografer yang terjebak cinta dengan seorang lelaki beristri, dan Cok –perempuan binal yang periang dan ringan hati. Serta si Saman sendiri –tokoh sentral yang ada pada cerita ini, yang baik hati, religius, dan lebih mementingkan kepentingan bersama dibanding dirinya sendiri.
Kisah dalam novel ini –menurut saya, lebih kepada berupa fragmen-fragmen yang meskipun terputus namun satu sama lain tetap memiliki keterikatan. Dan karena berupa fragmen-fragmen itu tadi, maka penceritaannya pun dilakukan dari ‘kacamata’ beberapa tokohnya, yakni Laila, Shakuntala, Saman, dan Yasmin. Yang menjadi warna lain mengenai hal ini adalah bentuk penceritaan dari kacamata Yasmin. Kisah Yasmin diwujudkan dalam bentuk surel yang ditujukan untuk Saman.
Potret beragam pahit manis kehidupan banyak terdapat di dalamnya. Permasalahan mengenai seks, cinta, politik dan agama dan juga nilai-nilai sosial-budaya tercampur aduk sedemikian rupa hingga menjadi kompleks. Keberadaan Tuhan dan hubungan badan pun menjadi isu sentral yang dipertanyakan oleh tokohnya.
Yang menarik di sini adalah penggambaran tiap-tiap tokohnya. Pengeksekusian background dan perwatakan tokoh digambarkan sedemikian kuatnya oleh si Penulis. Sedikit kompleks memang. Namun, ke-kompleks-an tersebut justru membuat jalan cerita semakin hidup. Deskripsi yang dilakukan tak terlalu muluk namun tetap memikat.
Ayu Utami menuliskan setiap detailnya dengan teratur dan halus. Gaya bahasanya cenderung bebas dan lugas bahkan pada beberapa part sebenarnya cukup vulgar. Yang menjadi sedikit catatan di sini adalah alur. Meski Penulis telah memberikan keterangan waktu dengan lengkap, namun pembaca harus lebih jeli lagi dalam membacanya. Sebab, tak jeli sedikit saja kita akan kebingungan untuk memahaminya –setidaknya itu bagi saya.
Poin tambahan lainnya adalah kita tak akan bisa menebak kisah yang ada pada lembar selanjutnya. Cerita ini di godog dengan perhitungan sangat matang.
Ayu Utami menuliskan setiap detailnya dengan teratur dan halus. Gaya bahasanya cenderung bebas dan lugas bahkan pada beberapa part sebenarnya cukup vulgar. Yang menjadi sedikit catatan di sini adalah alur. Meski Penulis telah memberikan keterangan waktu dengan lengkap, namun pembaca harus lebih jeli lagi dalam membacanya. Sebab, tak jeli sedikit saja kita akan kebingungan untuk memahaminya –setidaknya itu bagi saya.
Poin tambahan lainnya adalah kita tak akan bisa menebak kisah yang ada pada lembar selanjutnya. Cerita ini di godog dengan perhitungan sangat matang.
Akhirnya, selamat membaca!
Comments
Post a Comment