[Book Review] Cherry (Ceri Untuk Sang Gadis Sakura)


Cherry untuk Gadis Sakura, Cupcake untuk Gadis Pemberani
Sumber: goodreads

Judul : Cherry (Ceri Untuk Sang Gadis Sakura)
Penulis : Lit Purnama Asri
Penerbit : PING!!!
Tahun terbit : Agustus 2014
Jumlah halaman : 200 halaman
ISBN : 978-602-255-639-8

“Laju hidup ibarat angin. Angin tak pernah mencari dan tidak akan pernah berhenti. Ia terus berjalan menerbangkan dedaunan sesuai kehendaknya. Dan, daun harus menurut karena tidak memiliki kuasa untuk menolak.” – halaman 154.

Dan di sini, So Young mengibaratkan bahwa dirinya adalah daun, sedang angin adalah takdirnya. Tak seperti buah cherry yang manis rasanya. Hidup So Young tentulah tak selalu manis. Pahit pun sudah pasti pernah, bahkan sering, ia rasakan. Terlebih ketika ia menyatakan kepada ayahnya bahwa ia ingin melanjutkan pendidikan di sekolah maskot di Jepang. Berbanding terbalik dengan para temannya yang justru tengah berebut untuk masuk ke universitas impian.
Bagi orang-orang di sekitarnya menjadi maskot merupakan perkerjaan yang ‘sepele’. Sangat jauh dari kata prestius ketika dibandingkan dengan pengacara, dokter, atau insinyur. Namun, So Young tak peduli. Semenjak kejadian yang menimpanya saat usianya baru beranjak lima tahun, semenjak itulah ia kemudian bertekad untuk menjadi seorang maskot. Menjadi penolong bagi anak-anak dengan kegembiraan, apapun caranya.

So Young merupakan anak yang pemberani dan pintar, namun sedikit keras kepala. Begitu pula dengan So Ra, adiknya. Yang membedakan antara keduanya hanyalah masalah ‘keberanian’. Meski sama-sama pintar dan sedikit mewarisi keras kepala kakaknya, So Ra tak memiliki keberanian sebesar So Young. Mungkin lebih tepatnya So Young bisa dibilang agak ‘cengeng’. Ia terlampau sensitif.
Kalau blurb yang ada di buku ini cenderung menggambarkan kisah antara Jun Yong dan dua gadis kecil bersaudara, So Ra dan So Young, saya lebih melihatnya sebagai kisah antara So Young dan Seung Ho yang baik hati dan humoris. Ya, setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda, bukan? Dan bagi saya pribadi, jelas hal tersebut bukanlah suatu kesalahan.
Kalau mau dilihat dari sudut pandang si penulis, cerita ini bermula dari masa dimana So Young dan So Ra masih bocah. Mereka berdua tengah bermain di dekat pohon sakura yang daunnya berguguran. Seorang bocah lelaki yang melihat keduanya pun datang menghampiri mereka. Bermaksud hendak memberikan dua buah cherry yang manis. Namun, salah satu diantara gadis kecil tersebut justru mendorongnya hingga terjerembab lalu pergi meninggalkannya.
Namun, tidak dengan gadis kecil sisanya. Ia tak pergi meninggalkan bocah lelaki itu, ia justru meminta maaf atas kelakuan buruk dari gadis kecil yang membuatnya terjatuh. Bocah lelaki itu pun kemudian memberikan dua buah cherry tersebut kepada gadis kecil tersebut. Satu buahnya dimaksudkan untuk dimakan oleh gadis itu sendiri dan sisanya ia harap agar diberikan kepada gadis yang telah meninggalkannya.
Belasan tahun berlalu. Namun, kejadian itu masih sering muncul ke dalam ingatan masa kecilnya. Gadis Sakura yang begitu manis dan polos, begitu ia mengenangnya. Sering ia merutuki dirinya, mengapa tak ia ketahui nama gadis itu. Andaikan ia tahu namanya, pasti saat ini akan mudah baginya untuk menemukan keberadaan Gadis Sakura itu.
Namun, jodoh pasti akan bertemu. Dari suatu kecelakaan yang menimpa ayahnya, tak disangaka bahwa ia akan bertemu dengan salah seorang gadis di masa kecilnya itu. Gadis tersebut bercerita bahwa ia memiliki saudara perempuan yang tengah berada di negara lain sana. Yang menjadi permasalahan bagi si lelaki (dan sekaligus permasalahan inti pada cerita ini) adalah siapakah Gadis Sakura yang sebenarnya itu? Namun, seiring berlalunya waktu akhirnya jawaban atas pertanyaan tersebut terjawab sudah. Bahwa perasaannya memang tak pernah salah.
Bagi saya pribadi yang ‘dijual’ dalam novel ini bukanlah soal akhir ceritanya, melainkan soal twist-twist di dalamnya yang akan membuat pembaca terjebak. Untuk akhir ceritanya sendiri, saya pikir para pembaca sudah bisa meraba-raba bagaimana ending-nya. Poin plus lainnya ada pada tokoh-tokohnya yang satu sama lain saling terhubung, sehingga konflik yang dibangun oleh penulis pun terasa cukup kompleks. Dan jelaslah, bahwa dari situlah cerita di dalamnya pun semakin hidup. Soal teknis, seperti cover misalnya, harus saya katakan bahwa sampulnya sangat menarik. Sederhana tapi justru ‘mengundang’ mata.
Akan tetapi, sayangnya saya menilai tempo alur ceritanya terlalu cepat dan untuk masalah deskripsi mengenai setting tempatnya pun tidak terasa. Saya pikir, untuk masalah setting di sini kurang digodog dengan matang. Kalau boleh saya memberikan prosentase, dari 100% baru 85%-nya.
Kemudian, catatan kecil lainya ada pada halaman 155. Di situ tertulis,
“Tapi, gadis itu hanya tertawa dan mengacuhkan Seung Ho. Kepalanya mendongak, menatap langit.”
Saya pikir melihat kalimat yang kedua agak paradoks, dari kalimat yang pertama. Mana mungkin seseorang yang mengacuhkan (acuh = peduli), justru mendongakkan kepalanya menatap langit. Saya pikir mungkin maksud penulis adalah tidak mengacuhkannya (?). Dan lagi, pada halaman 156,
“So Ra berdeham. Kemudian bersikap seolah-olah tahu tentang Jun Yong.”
Coba kalian baca baik-baik dari beberapa kalimat sebelumnya. Saya rasa kalian akan setuju dengan saya, jika yang seharusnya tertulis bukanlah So Ra, melainkan So Young.
Ya, sejauh ini hanya itulah pendapat dan beberapa koreksi dari saya. Selebihnya mengenai cerita di dalamnya sama sekali tidak ada masalah. Tidak ada pula typo-typo dan sejenisnya.
Jadi, selamat membaca!

Comments