[Book Review] Aku Lupa bahwa Aku Perempuan


Ambisi, Karier, dan Cinta
Sumber: goodreads

Judul : Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan
Penulis : Ihsan Abdul Quddus
Penerjemah : Syahid Widi Nugroho
Penerbit : Pustaka Alvabet
Tahun terbit : April 2012
Jumlah halaman : 228 halaman
ISBN : 978-602-9193-16-9

“Setiap orang memiliki dua sisi: satu untuk orang lain, satu untuk dirinya sendiri. Mustahil menyatukan keduanya.”
 – Ihsan.

Anyway
, saya sangat setuju dengan kutipan di atas. Bagi saya masing-masing orang memiliki banyak kepribadian sebanyak kelompok sosial di mana ia ikut di dalamnya. Nah, kembali ke pembahasan utama, kutipan di atas sedikit banyak juga “berperan” dalam merepresentasikan cerita di dalam novel ini.
Novel ini sendiri berkisah mengenai seorang yang telah menggapai ambisinya, yakni sebagai politisi sukses. Tokoh aku –yang bernama Suad, di sini menempatkan dirinya dalam lingkar elit kekuasaan. Latar belakang politik yang masih konservatif di kala itu menjadikannya fenomena baru dalam isu kesadaran gender.
Akan tetapi, di balik kariernya yang cemerlang, ternyata kehidupan pribadinya diselemuti oleh kehampaan. Masalah demi masalah seakan tak habis menderanya, bahkan anak perempuan semata wayangnya –yang juga sebagai harta paling berharganya, justru lebih akrab dengan sang ibu tiri. Hingga suatu kala, ia memutuskan untuk lari dari kehidupan pribadinya dan lari dari tabiat perempuannya. Lalu, di usia 50 tahun, ia pun membunuh kebahagiaannya sebagai perempuan. Apapun dilakukannya, semata agar ia lupa bahwa ia adalah perempuan.


Pergulatan mengenai ambisi, karier, dan cinta di sini digambarkan dengan sangat kuat. Secara keseluruhan kisah di dalamnya dikemas dengan bahasa yang sederhana. Begitupun dengan pesannya, yang mana juga dapat tersampaikan dengan baik. Banyak hal yang dapat kita ambil dari novel ini, terlebih mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perjuangan perempuan dalam melawan dominasi.
Untuk saya pribadi, satu hal yang –paling, tepatri dalam pikiran saya dari novel ini, yaitu tentang hubungan antara ambisi dan bahagia. Bahwa tercapainya sebuah ambisi, sebuah keinginan, sebuah apapun-itu-sebutannya, tak lantas kemudian akan membuat kita bahagia. Puas? Iya. Akan tetapi, bahagia saya rasa belum tentu. Bisa jadi bahwa ternyata kebahagiaannya yang tengah kita rasakan itu hanyalah bentuk dari kesenangan-sementara-yang-berlebihan.
Lepas dari itu, secara teknis untuk sampulnya menurut saya terbilang sederhana. Akan tetapi, meski begitu saya suka dengan pemilihan warna yang digunakan. Begitupun dengan desain gambar yang digunakan, yang mana terbilang representatif dengan isi ceritanya. Dan satu lagi, hal yang paling saya sukai, yakni judulnya. Entah mengapa, bagi saya judulnya sangat menggugah dan menarik. Terakhir sebelum saya mengakhiri tulisan ini, saya ingin menuliskan satu kutipan –yang cukup menarik, yang saya dapatkan dari membaca kisah ini,
“Ambisiku telah membuatku melupakan segala sesuatu, hingga aku lupa bahwa aku perempuan.” – halaman 22.
Dan, selamat membaca!

Comments