[Book Review] 86



Pokoknya, 86!



Judul : 86
Penulis : Okky Madasari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2011
Tebal Halaman : 256 halaman
ISBN : 9789792267693
“Tak ada yang tak benar kalau sudah dilakukan banyak orang. Tak ada lagi yang harus ditakutkan kalau semua orang sudah menganggapnya sebagai kewajaran.” - Arimbi.

Seorang gadis polos yang tadinya tak banyak tahu, tetiba ikut menjadi bagian orang-orang yang tak lagi punya malu. Sebuah cerita yang lekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Sebuah cerita sederhana yang juga dituliskan dengan sederhana namun tetap dapat membuat pembacanya cukup terkesima. Alurnya yang ditulis runtut pun terasa sangat mengalir, tidak terburu-buru hingga dapat membuat diri ini untuk beberapa saat hanyut dalam cerita di dalamnya.
Setelah membaca blurb-nya, saya menjadi tertarik untuk membeli novel ini. Saya ingin tahu bagaimana si Penulis membingkai cerita yang ia tuliskan itu. Jujur, menurut saya ada beberapa bagian yang agak menjemukan sehingga membuat saya sedikit merasa bosan. Dan pada bagian akhir pun saya merasa ceritanya seakan menjadi anti-klimaks. Ya, itu sekedar pandangan dari saya. Pembaca lain boleh saja memiliki pandangan yang berbeda dengan saya. Toh, pada dasarnya setiap orang bisa memiliki peng-interpretasi-an yang berbeda, bukan?
Bisa jadi pula, itu mungkin efek dari saya yang mencuri-curi waktu untuk membacanya disela-sela menugas kuliah. Ah, sudahlah. Bukan itu yang akan saya bahas. Terlepas dari hal itu, jika dilihat secara menyeluruh, konflik-konflik beruntun yang terbangun di dalamnya cukup dapat membuat cerita tersebut bernyawa. Kalau saya sendiri sangat suka dengan pembingkaian ceritanya. Sungguh.

Satu hal yang membuat hati saya miris. Dari membacanya kisah di dalamnya, saya (kembali) semakin menyadari bahwa dunia hukum di negara kita sudah terlampau memprihantinkan. Semua-muanya dalam sekejab menjadi “86” ketika sudah berhadapan dengan uang. Menyedihkan. Secara tersirat, Penulis tanpa terkesan menggurui menyarankan kita –terutama para generasi muda, untuk ‘memperbaiki’ negeri ini. Setidaknya, menggiring negeri ini kearah yang baik.
Akhir kata, mari kita jauhi tradisi “86” yang sudah mengakar sebegitu kuatnya dikehidupan kita sehari-hari. Dan, selamat membaca!



*tulisan ini juga dimuat dalam portal berita Tersapa.

Comments