Judul: Harmoni
Penulis: Heruka
Penerbit: de Teens
Terbit: April 2016
Tebal: 240 halaman
ISBN: 978-602-296-299-4
Menulis, apapun itu jenisnya –fiksi maupun non-fiksi–
saya pikir sama-sama sulit. Masing-masing memiliki tantangan tersendiri, tak
terkecuali dalam menulis novel teenlit.
Riset-riset, sekecil apapun itu, pastinya tetap dibutuhkan. Sayangnya, sering
kali orang menganggap bahwa novel teenlit
itu “kacangan”. Kalah jauh jika dibandingkan dengan kualitas novel-novel
sastra.
“Setiap penulis pasti memiliki gaya yang
berbeda. Dan setiap buku yang ditulisnya pasti memiliki segmen masing-masing. Kita
nggak bisa membandingkan novel teenlit
dengan novel-novel sastra karena ... keduanya berada di jalur yang berbeda,”
– halaman 107.
Melalui kedua tokoh utamanya, Paras dan Rafal, terlihat
bahwa sang penulis mencoba untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan itu sekaligus
berusaha mengubah mindset pembaca
bahwa cerita teenlit bukan cerita
murahan. Sebab, mau bagaimanapun, dalam industri buku, novel (yang disebut)
sastra dan teenlit ini “tercipta”
karena pasar.
Secara singkat, novel ini sendiri berkisah tentang
Paras dan Rafal yang sama-sama sedang berusaha menyelesaikan proyeknya. Paras dengan
revisian novel teenlit ketiganya, dan
Rafal dengan draft novel sastra pertamanya.
Dalam hal penokohan, pada novel yang ditulis
menggunakan sudut pandang orang ketiga ini, Rafal digambarkan sebagai laki-laki
yang irit senyum, dan –kalau menurut saya– masih agak kekanak-kanakan. Sementara
itu, Paras digambarkan sebagai sosok perempuan yang memiliki sifat berbeda dari
Rafal. Paras lebih mudah tersenyum dan peduli dengan orang lain, serta memiliki
teman yang lebih banyak daripada Rafal.
Nah, untuk keseluruhan, sebetulnya novel ini
mengangkat isu yang cukup menarik sekaligus politis –sastra dan bukan sastra. Sayangnya,
untuk eksekusinya, saya merasa jalan ceritanya kurang fokus. Kisah-kisah
percintaan terasa lebih mendominasi daripada pengekplorasian tentang bagaimana
para tokohnya bergelut dengan novel yang sedang mereka kerjakan.
Lebih lanjut, pemberian nama Harmoni sebagai judul juga
membuat saya bertanya-tanya. Mengapa diberi judul Harmoni? Ini menggambarkan
keharmonian apa atau siapa? Kalau harmoni yang dimaksud merujuk pada kisah
percintaan para tokohnya, lalu mengapa blurb
novel cenderung terlihat memberi fokus pada proyek tulisan para tokohnya?
Lepas dari itu, soal kover menurut saya tidak ada
masalah. Terlihat sederhana memang. Tapi, toh kalau dilihat dari elemen-elemen
gambar yang ada –buku-buku, sesosok laki-laki dan perempuan, dan kertas-kertas–
bisa dibilang ini cukup representatif dengan isi cerita di dalamnya.
Akhirnya, kalau kalian penasaran dengan cerita yang
disuguhkan, silakan baca saja!
Comments
Post a Comment