Sumber: Goodreads |
Judul: Distance Blues
Penulis: Agustine W
Penerbit: Ping
Terbit: 2016
Tebal: 288 halaman
ISBN: 978-602-391-109-7
Setiap orang pasti pernah mengalami ragu, bahkan
mungkin sering. Begitu pula dengan Elmi, seorang gadis yang mengalami OCD –Obsessive-Compulsive Disorder. Dalam novel
ini dikisahkan bahwa Elmi merasa ragu dengan keputusannya. Apakah menjalin
ikatan serius dengan Dirga, sang kekasih, adalah hal yang tepat? Pasalnya,
selama ini Dirga terlihat tidak acuh kepada Elmi. Dirga jarang sekali
menghubunginya karena alasan sibuk akan pekerjaan. Padahal tidak setiap seminggu
sekali mereka bisa bertemu –ya, Dirga dan Elmi adalah pejuan LDR.
Keraguan itu semakin menguat saat Elmi menyadari
bahwa dirinya mengalami OCD. Mengingat bahwa mamanya sendiri pernah menyangka
bahwa ia mengalami gangguan jiwa, ia semakin takut kalau-kalau Dirga tidak bisa
menerima kondisinya.
Di saat yang bersamaan itu pula muncullah Rasyad, koki
sekaligus pemilik restoran Timur Tengah, yang selalu ada untuknya dan dengan tulus
mau membantu “menghadapi” OCD yang dideritanya.
“Aku
hanya ingin normal kembali .... Berdamai dengan diriku sendiri. Sebab aku nggak
bisa menghindar dari kehidupan orang-orang disekelilingku. Ajari aku untuk
menghadapi mereka dengan identitas baruku. Aku akan coba nggak lagi mengelak
adanya OCD ini.” – halaman 211
---
Untuk penokohan pada novel yang ditulis dengan
menggunakan sudut pandang orang ketiga ini, Elmi digambarkan sebagai sosok berambut
keriting yang cinta akan kerapian dan kebersihan. Oleh karenanya, apabila ia
menjumpai sesuatu yang tidak tersusun rapi dan terlihat bersih, ia akan
mengomel –persis seperti sang ibu. Namun, di sisi lain Elmi juga sangat “pemikir”,
ia sangat “memedulikan” apa kata orang. Akibatnya, ia terkesan tidak pernah
santai.
Berbanding terbalik dengan Elmi, Dirga sendiri
digambarkan oleh penulis sebagai Mr. Hot and Cold –kadang terkesan jutek kadang
tidak. Namun, sebetulnya Dirga amat peduli kepada orang-orang yang ia sayangi,
termasuk Elmi –yang sayangnya tidak menyadari hal tersebut. Sementara itu, Rasyad
sendiri dituliskan dengan watak yang ramah dan murah senyum.
Secara keseluruhan, novel ini sangat menghibur. Pengeksekusian
akhir ceritanya juga terbilang manis. Lebih dari itu, cara penulis mengemas
perihal OCD ini pun menarik. Ia mampu memaparkan dengan cukup baik bahwa OCD
bukanlah sebuah “penyakit” di mana penderitanya harus dijauhi. Dan di titik inilah,
saya melihat bahwa penulis ingin menumbuhkan kesadaran pembaca terhadap isu OCD
itu sendiri.
Lepas dari itu, untuk masalah kover sendiri, dalam
hal tata letak, tak perlu dipermasalahkan. Namun, dalam hal desain gambar, saya
merasa kovernya kurang menarik. Meski begitu, kalau soal pemilihan warna –warna-warna
pastel yang pucat– saya rasa sudah cukup representatif dengan isi cerita –di mana
sang pemeran utama sedang mengalami dilema.
Akhir kata, selamat membaca!
Comments
Post a Comment