Judul :
Kasta, Kita, Kata-kata
Penulis :
Ardila Chaka
Penerbit :
PING
Terbit : 2016
Tebal : 188 halaman
ISBN :
978-602-296-183-3
Adanya kesamaan rima, membuat judul novel ini
terdengar menarik. Begitu pula dengan konsep ceritanya –yang sebetulnya
sederhana. Kasta, Kita, Kata-kata berkisah tentang sepasang teman yang saling
melengkapi. Ajeng dengan kekurangannya dan Galih dengan kepeduliannya.
Awalnya, Ajeng adalah seorang anak yang normal. Bertangan
dan berkaki dua, berbedan tegap, dapat melihat, mendengar, dan merasakan. Namun,
sewaktu ia berumur sekitar 3-4 tahun, ia mengalami demam tinggi yang kemudian
membuatnya sulit untuk bicara. Saat itu, orangtuanya tak mampu membawanya ke
dokter. Jadilah ia dibawa ke dukun, kata sang dukun Ajeng kena tulah.
Sepanjang hidupnya, 16 tahun lamanya, Ajeng dapat
dikatakan tak memiliki teman. Bahkan adiknya sendiri pun memusuhinya. Padahal
secara fisik ia terbilang manis, punya lesung pipi, dan berkulit kuning
langsat. Secara watak pun Ajeng adalah anak yang baik, rajin, dan sopan.
Namun, kesendiriannya berubah semenjak Galih sering
menghampirinya saat sore hari di Kalibiru. Galih sendiri lebih tua satu tahun
dibanding Ajeng. Paras yang menarik dan pribadi yang sopan membuat ia banyak
disukai orang.
Secara keseluruhan novel ini cukup menarik. Kisahnya memiliki
alur yang rapi. Soal sudut pandang, novel ini ditulis dengan menggunakan POV 1.
Istimewanya, POV 1 tersebut ditulis melalui dua “kacamata” berbeda, yakni Galih
dan Ajeng itu sendiri. Sehingga, saat membacanya, pembaca tidak merasakan “ketimpangan”.
Kalau dalam istilah jurnalistik biasa disebut dengan cover both sides.
Lebih jauh, novel ini menggunakan Kalibiru sebagai
latar tempat. Sekilas, bagi saya pemilihan ini terbilang mainstream, dan lagi
saya cukup menyayangkan karena eksplorasi daerah Kalibiru itu sendiri kurang. Padahal,
jika dieksplorasi lebih dalam, akan membuat cerita lebih menarik.
Lepas dari itu, novel ini tak hanya sekedar
menyuguhkan cerita saja. Melainkan juga memberikan moral value kepada pembacanya, yakni agar tidak patah arang. Karena
apapun kekurangan yang seseorang miliki, jika ia serius dan mau berusaha, bukan
tidak mungkin ia akan berhasil.
Untuk segi teknis, saya menemui satu kata yang salah
penulisannya. Ada pada halaman 35, di mana (me)nyiangi tertulis menjadi nyaingi
(a dan i terbalik). Untuk kover sendiri buat saya tidak ada masalah. Hanya saja
memang bagi saya pribadi, desain gambarnya kurang menarik. Terlalu datar. Tapi soal
tata letaknya terbilang rapi.
Comments
Post a Comment