Sumber: Goodreads |
Judul : Cerita Cinta Enrico
Penulis : Ayu Utami
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan : kedua, Mei 2012
Tebal : vii + 244 halaman
ISBN : 978-979-91-0413-7
Sebelumnya,
saya mau bilang kalau Cerita Cinta Enrico –selanjutnya akan saya tulis menjadi
CCE– adalah kisah yang paling saya favoritkan di antara trilogi Parasit Lajang.
Jika, dua serial yang lain lebih merupakan otobiografi seksualitas dan
spiritualitas sang penulis sendiri, tidak dengan yang satu ini –meski unsur seksualitas
dan spiritualitas, tentunya, tetap ada.
CCE
ditulis dengan sudut pandang orang pertama, melalui “kacamata” seorang lelaki
bernama Enrico –yang mana adalah kekasih A. Yang menarik di sini adalah
pendekatan yang digunakan Ayu. Seperti kata Butet Kartaredjasa, Ayu berani
menelanjangi kisah lelaki tersebut hingga ke akarnya. Tentu hal tersebut
menjadi poin plus tersendiri, sebab tak banyak orang yang berani mengisahkan
hal yang sangat intim begini. Dan, tak semua orang yang berani mengisahkan juga
dapat menulis sebaik Ayu.
Dalam
penulisannya, kisah nyata yang difiksikan ini terbagi menjadi tiga bab, yakni
cinta pertama, patah hati, dan cinta terakhir? Kemudian, untuk latar tempat
sendiri, Ayu banyak menggunakan setting di Sumatra Barat dan beberapa kota lain
di Jawa, seperti Jakarta dan Bandung.
Lepas
dari itu, pada buku ini saya melihat bahwa cerita yang ditulis Ayu ini
sangatlah fokus –persis sesuai dengan judulnya. Atau dalam Bahasa Jawa, saya
biasa menyebutnya dengan, ora mbladrah.
Alhasil, pembaca pun mampu menikmati dengan mudah, sebab ceritanya begitu
mengalir. Membaca buku ini rasanya tidak seperti “membaca”, melainkan
mendengarkan orang bercerita.
Tak
hanya itu, meski ditulis dengan bahasa yang sederhana namun –setidaknya buat
saya– emosi di dalamnya tetap terasa. Dan satu lagi, walaupun beberapa bagian
terdapat kisah yang mengalami sedikit pengulangan sebagai bentuk penegasan atau
pengingat, namun, anehnya, hal tersebut tidak terasa mengganggu –setidaknya bagi
saya.
Nah,
untuk segi teknis sendiri, buku ini memiliki kover dengan desain gambar yang
paling sederhana dibanding dua serial yang lainnya. Dan, kalau boleh saya
bilang, untuk kover yang satu ini kesannya sangat plain. Tetapi, yang saya suka adalah perpaduan warna antara latar
belakang dengan desain gambar –sekaligus judul. Sederhana, namun tetap
mencolok. Menggunakan “warna stabilo”, namun tidak terkesan norak.
Untuk
selebihnya, buat saya tidak ada masalah. Jadi, selamat membaca!
Comments
Post a Comment