Sumber: Goodreads |
Judul : Si Parasit Lajang
Penulis : Ayu Utami
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan : ketiga, Februari 2015
Tebal : xviii + 201 halaman
ISBN : 978-979-91-0538-7
“... anehnya kesadaran. Ketika kita
menjalani hidup sebetulnya semua mengalir begitu saja. Tapi ketika ditanya,
kita seperti dipaksa untuk menyadari dan merumuskan. Lantas, sesuatu yang
semula terasa wajar menjelma sikap politik.” – halaman xviii.
Pertama,
KPG mengategorikan buku ini sebagai novel, dan mohon maaf saya tidak setuju. Saya
pribadi lebih beranggapan kalau buku ini merupakan antologi esai. Kedua, mari
kita bahas buku ini secara ringkas tapi pelan-pelan.
Nah,
seperti tulisannya yang sudah-sudah saya baca, dalam hal ini novel Saman dan
Larung, di buku ini Ayu sama sekali tidak menghilangkan ciri khasnya. Tulisannya
tetap tegas dan mengalir. Selain itu, tulisan-tulisan di dalamnya terasa jujur
serta memiliki diksi yang mudah dipahami. Dan saya pikir hal-hal tersebut merupakan
poin plus bagi buku ini.
Lepas
dari itu, seperti kalimat kutipan yang saya tuliskan di awal, saya merasa bahwa
buku ini disusun dengan tujuan yang mulia, yakni memberikan perspekif baru. Tulisan-tulisan
di dalamnya mengajak pembaca untuk membuka kesadaran akan konstruksi sosial
yang ada di tatanan masyarakat kita. Bahkan, pada beberapa bagian, sang penulis
terang-terangan untuk mengubah nilai-nilai sosial dengan nilai-nilainya
sendiri.
Menariknya,
meski yang dibahas, sepintas terasa berat –tentang hierarki, budaya patriarki,
seksualitas, dan banyak lainnnya– namun, Ayu mengemas tulisan di dalamnya dengan bahasa yang ringan. Sehingga, seolah-olah, kesan bahwa buku ini memiliki
bahasan berat dan serius hilang. Upaya pengemasan agar kesan “berat” itu tadi
hilang juga dapat kita lihat dengan adanya sketsa-sketsa kecil yang ada dalam
buku ini. Overall, buat saya buku ini
memberikan cukup banyak insight baru.
Beralih
ke segi teknis, pertama, buat saya tidak ada masalah pada tata letak halaman
dalamnya. Kemudian, untuk desain kovernya. Hmmm... saya suka. Tapi, dalam konteks
kover, saya merasa gambarnya terkesan penuh dan tidak menyisakan ruang untuk “bernafas”.
Selebihnya, buat saya baik-baik saja.
Akhir
kata, selamat membaca!
Comments
Post a Comment