Sumber: Goodreads |
Judul :
Dear Ellie
Penulis :
Puji Eka Lestari
Penerbit :
de Teens
Terbit :
Desember 2015
Tebal :
312 halaman
ISBN :
978-602-391-034-2
“Hujan
tidak selamanya menenggelamkan dan matahari tidak selamanya membakar. Keduanya harus
seimbang hingga menimbulkan harmonisasi yang begitu menawan. Sama halnya dengan
kehidupanmu. Jangan biasakan untuk bersedih hingga berlarut-larut dan jangan
pula berbahagia hingga berlebih-lebihan. Semua ada kadarnya.”
– halaman 275.
Ellie McAdams adalah seorang gadis
berumur 17 tahun yang sangat suka membaca novel. Meski pemalu, selalu merasa
dirinya “rendah”, dan terkadang sangat naif, namun sebetulnya ia memiliki sifat
yang “meledak-ledak”. Ia memiliki seorang adik laki-laki bernama Robbie yang sering
dibuatnya menangis. Sementara itu, ia memiliki ibu yang cerewet, posesif, dan
panikan. Untungnya, sang ayah tidak begitu. Ayahnya tenang dan bijaksana.
Seperti remaja pada umumnya, ia juga
memiliki seorang teman yang sangat dekat dengannya. Namanya Julie, gadis yang
ramah dan supel. Kemudian, adapula Adam –yang ramah dan jahil, teman yang
dikenalnya di Zurich.
Singkat cerita, sepanjang hidupnya ia
selalu berada di zona nyaman. Ia terlalu takut untuk mengambil risiko. Namun,
tak disangka, permasalahan –khas remaja, yang pelik pun mengungkungnya. Ia
bingung dengan apa yang harus dilakukannya.
Berhari-hari ia terjebak dalam kesedihan.
Bukannya berusaha mencari jalan keluar, ia justru menyalahkan keadaan yang
justru semakin membuatnya merasa rumit. Hingga pada akhirnya, ia pun sadar
bahwa sudah saatnya untuk dia meninggalkan zona nyamannya. Yang mana berarti
bahwa ia harus berani mengambil konsekuensi.
Secara keseluruhan, saya menyukai novel
yang ditulis menggunakan sudut pandang orang pertama dan beralur maju ini.
Cerita di dalamnya, meski dapat tertebak akhirnya, ditulis dengan “segar”.
Konsepnya sederhana, namun eksekusinya terbilang matang. Untuk latar tempat,
sang penulis memilih Dublin, pemilihan yang anti-mainstream buat saya. Selain itu, di dalamnya banyak ditulis
seputar serba-serbi –bisa dibilang pengetahuan umum, mungkin– mengenai Dublin.
Deskripsinya terbilang cukup lengkap sehingga memberikan kesan “hidup” pada
cerita.
Namun, ada beberapa hal yang agak saya
sayangkan –meski sebenarnya hal ini tidak akan berpengaruh pada kesan saya
terhadap novel ini secara keseluruhan, yakni tentang adanya kesalahan
penulisan. Misalnya saja pada halaman 286 di mana dan tertulis menjadi dam
(dengan huruf M). Lalu, yang kedua adalah bagian prolognya yang saya pikir
terlalu bertele-tele dan banyak bagian yang diulang-ulang. Saya tahu bagian
yang terulang tersebut dimaksudkan sebagai penegasan, namun saya pikir alangkah
baiknya apabila tidak terlalu sering.
Ah, ya! Hampir lupa, selain beberapa
tokoh yang sudah disebutkan di awal, ada tokoh lain yang juga memiliki peran
penting dalam novel ini, yakni Elliot dan Dean. Elliot sendiri digambarkan
sebagai remaja laki-laki yang tampan dengan mata yang tajam dan alis tebal.
Selain itu, dirinya juga sopan dan rajin serta baik hati. Kemudian, untuk Dean
adalah manusia termenyebalkan bagi Ellie karena sering menyindirnya. Namun,
sebetulnya Dean adalah pemerhati yang baik.
Selanjutnya, untuk segi teknis sendiri,
saya sangat menyukai desain kovernya. Tata letaknya pun rapi. Tetapi, yang
paling saya sukai dari semua komponen kover adalah pemilihan warna untuk
judulnya. Buat saya, warna kuning pada kover menunjukkan kesan yang sangat
manis. Tidak mencolok tapi tetap mengundang.
Akhirnya, sepertinya kalian harus segera
membacanya!
Comments
Post a Comment