Sumber: Goodreads |
Judul :
Rentak Kuda Manggani
Penulis : Zelfeni Wimra dkk.
Penerbit : Diva Press
Terbit : Agustus, 2015
Jumlah halaman : 176 halaman
ISBN :
978-602-255-954-2
Buku berjudul “Rentak Kuda Manggani” ini merupakan
sebuah antologi cerpen. Di dalamnya terdapat duapuluh satu cerita pendek yang
ditulis oleh penulis yang berbeda-beda. Duapuluh satu cerita untuk buku setebal
176 halaman? Iya, awalnya saya juga kaget. Buku setipis itu ternyata menampung
sekian banyak cerpen di dalamnya.
Nah, mengenai temanya sendiri –yang mana menjadi
persamaan utama dari setiap cerpen yang ada, adalah “Bangun Cinta”. Tentu saja
cinta yang dimaksud di sini adalah dalam arti luas dan melulu tentang sepasang
kekasih, misalnya saja cinta pada kedamaian (pada cerpen yang berjudul “Stille
Nacht”) dan cinta pada daerah kita sendiri (seperti yang disuratkan pada
“Namata”).
Untuk saya pribadi, dari keduapuluh satu cerita yang
ada, ada tiga cerita yang paling saya suka. Pertama adalah “Gisela Meine Rose”.
Cerita pendek ini ditulis melalui sudut pandang orang ketiga. Ceritanya sendiri
tak jauh-jauh dari perihal kesetiaan, di mana seorang kekasih pergi ke medan
perang, sedangkan sang pasangan menunggunya datang. Cara pengemasan cerita oleh
penulislah yang kemudian membuatnya berbeda.
Cerita favorit kedua adalah “Gadis Pelari dan Lelaku
Bertato Sayap”. Untuk jalan ceritanya sendiri, sebetulnya sangat bisa ditebak. Namun,
yang membuat saya jatuh hati pada cerpen dengan sudut pandang orang ketiga ini
adalah akhir ceritanya yang sederhana.
Kemudian, cerita kesukaan saya yang terakhir adalah “Tentang
Kisah Cinta Kakek dan Kisahku Sendiri”. Saya suka dengan gaya penuturan
penulisnya. Selain itu, pengeksekusian akhir jalan ceritanya pun terbilang
manis.
Lepas dari itu, cerpen yang berjudul “Rentak Kuda
Manggani” sendiri dituturkan melalui sudut pandang orang pertama. Cerita tersebut
berkisah tentang seorang lelaki tua, berumur delapanpuluh tiga tahun, yang
pergi dari Jakarta ke Padang dengan tujuan untuk membebaskan diri dari
penyesalan dan rasa bersalah. Ceritanya sendiri sebetulnya cukup menarik, hanya
saja bagi saya sedikit kurang mengena jika dibanding dengan cerita-cerita yang saya
favoritkan di atas. Meski begitu, saya pikir cerita ini memiliki potensi dan
akan menarik jika dibuat menjadi novel.
Nah, untuk segi kover sendiri, saya sangat
menyukainya. Gambar sampulnya sederhana, namun tone yang digunakan sangat cantik. Lebih dari itu, jenis huruf yang
digunakan pada judulnya pun menimbulkan kesan yang elegan. Tata letaknya sendiri
pun rapi, sehingga semakin memancarkan kesan yang menarik.
Jadi, selamat membaca!
Comments
Post a Comment