Judul : Cinta di Batas Biarritz
Penulis : D. S. M. Dedelidae
Penerbit : de Teens
Terbit : Juli 2015
Tebal : 272 halaman
ISBN : 978-602-255-802-6
“... aku paling suka kalau sudah berhadapan dengan ombak ... jiwaku seperti sudah menyatu dengan lautan luas. Dan, ombak, dia seperti sahabatku. Meski, dia seperti dua mata pisau yang berlainan.” – halaman 66.
Arlan adalah seorang
pemuda 19 tahun yang sangat menyukai selancar. Secara fisik, ia digambarkan
memiliki tubuh yang jangkung serta berkulit kuning langsat. Namun, sayangnya ia
memiliki sifat cuek yang keterlaluan. Sementara itu, Mori justru sebaliknya. Ia
adalah gadis manja tak menyukai selancar dan bahkan membenci ombak. Secara fisik,
ia memiliki mata yang bulat dengan rambut berponi depan. Kesamaan antara keduanya
hanya satu, yakni keras kepala.
Namun uniknya, kedua
orang sahabat tersebut ternyata adalah sepasang kekasih. Terbayangkan bukan apa
yang terjadi setiap hari? Ribut-ribut kecil tentulah sudah biasa. Namun, rasa
sayang yang ada nyatanya tetap mampu menyatukan mereka. Membuang jauh-jauh
perbedaan sifat keduanya.
Besarnya rasa sayang
tersebut semakin terbukti saat Arlan terseret ombak saat sedang menekuni
hobinya. Mendengar hal tersebut, Mori tentu saja dilanda kepanikan hingga
akhirnya ia memutuskan untuk menyusul sang kekasih ke Biarritz, Prancis bersama
seorang temannya.
Berhari-hari kabar
berita tentang Arlan tak juga didapatkannya. Namun, selama menunggu kabar dari sang
kekasih ia mendapati beberapa hal baru. Pertama, ia baru sadar bahwa ternyata dibalik
ketidakacuhannya Arlan sebenarnya perhatian sekali pada Mori. Kedua, ia
mendapati bahwa teman-teman terdekatnya sama-sama penyimpan sebuah perasaan
terpendam yang belum sempat diungkapkan.
Secara keseluruhan,
novel yang ditulis melalui sudut pandang orang ketiga ini bercerita mengenai
persahabatan dan cinta. Selain, kedua tokoh di atas, tokoh lainnya adalah
Alisha –yang memiliki rambut hitam berkeriting, Asih –si gadis desa yang juga
sepupu Alisha, serta Dion yang merupakan sepupu Arlan. Untuk plotnya sendiri,
novel ini memiliki alur progresif.
Bagi saya pribadi,
konflik di dalam novel ini terasa kurang kuat, sehingga menimbulkan kesan
datar. Bahkan, pertengkaran-pertengkaran kecil antara tokohnya di bagian awal seolah
tidak terlihat. Yang terasanya hanyalah perangai si tokoh yang menyebalkan dan
aneh. Lalu, bagian menuju akhir, mengenai kisah segitiga antara Mori, Dion, dan
Alisha juga terasa aneh. Penyelesaian konfliknya seperti dipaksakan.
Posisi para tokohnya di
sini adalah seorang mahasiswa, tapi kelakuannya justru tergambarkan seperti
remaja SMA. Dan lagi, masalah pergi ke Biarritz digambarkan tanpa "effort". Padahal pergi ke luar
negeri kan bukan perkara mudah, maksud saya, ambil contoh hal “sesepele” visa
yang mana belum tentu approve oleh
kekedutaan. Lalu, soal masalah biaya pergi yang tidak murah. Tentu saja pergi
ke Prancis tidak murah, tiket pesawat (bukan promo) harganya jelas menguras
kantong. Masalahnya, di sini penggambaran kondisi keuangan si tokoh luput dari
pembahasan. Paling-paling hanya sekedar penggambaran liburan kecil di kota-kota
terdekat.
Intinya, cerita di
dalamnya kadang luput terhadap hal-hal yang kecil dan sepele. Untuk teknisnya
sendiri, saya masih menemukan kesalahan penulisa. Halaman 55 misalnya, di mana
diameter tertulis menjadi diamter (kurang huruf e di tengahnya). Sementara itu,
kovernya sendiri bisa dibilang sederhana. Tone
warnanya kalem. Perihal yang cukup baik adalah soal blurb-nya yang mana cukup menarik dan mengundang rasa penasaran
pembaca.
Selebihnya, selamat
membaca sendiri!
Comments
Post a Comment