Sumber: Goodreads |
Judul : Kafe Serabi
Penulis : Ade Ubaidil
Penerbit : de Teens
Terbit : Agustus, 2015
Tebal halaman : 188 halaman
ISBN : 978-602-279-158-4
“Bagiku, sahabat sejatinya adalah kata ganti dari orang yang memiliki pendengaran lebih, pengelihatan lebih, dan kepekaan hati yang lebih dibandingkan siapa pun.” Halaman – 135.
Kutipan di atas saya pilih
karena saya merasa jika novel ini berkisah tentang persahabatan dan tentunya
juga hati. Di dalamnya dikisahkan tentang persahabatan yang erat antara Anggun
yang bongsor, Tata si sugar glider, Anton yang botak, dan Mila si keriting.
Sebelumnya, perlu
diketahui bahwa yang menjadi tokoh utama dalam novel ini adalah Anggun. Setiap Anggun
mendapati suatu masalah, sesepele apapun itu, Mila dan Anton selalu siap sedia
untuk mendengarkan ceritanya. Tak terkecuali ketika Anggun jatuh cinta kepada
Ken –yang berhidung bangir, berambut pirang cepak dengan muka agak kebule-bulean–
dan kemudian patah hati karena sebuah kenyataan yang mencengangkan.
Secara keseluruhan, novel
ini sendiri ditulis dengan alur maju, namun juga diselipkan potongan-potongan
kisah dengan alur flashback. Sayangnya,
menurut saya, alurnya masih agak kasar dan kadang terkesan sedikit memaksakan. Untuk
point of view-nya sendiri ada yang
ditulis dengan sudut pandang orang ke-1 dan juga sudut pandang orang pertama
(khusus pada bagian prolog dan bab ke-15).
Nah, pada cerita dengan
sudut pandang orang pertama tersebut ditulis melalui “kacamata” Anggun, Anton,
dan Ken. Hanya saja peralihan narasinya kurang jelas. Misalnya, tanpa diberi “tanda”
yang jelas tiba-tiba saja “kacamata” cerita berganti, dari yang tadinya “berbicara”
adalah Anggun tahu-tahu menjadi Anton. Hal tersebut membuat pembaca –semoga hanya
saya, sedikit bingung tentang siapa yang sedang “berbicara”.
Selain itu, melihat
perwatakan yang ada pada tiga tokoh utama, saya juga merasa agak aneh ketika
mendapati bahwa setting-nya adalah
dunia perkuliahan. Karena menurut saya rasanya justru lebih cocok jika diterapkan
pada anak SMA. Buat saya “setting” cerita penuh dengan bully-an lebih cocok untuk anak SMA dan terlalu kekanak-kanakan
rasanya untuk ukuran anak kuliah, terlebih di dalamnya juga ada adegan
jambak-jambak-an ala remaja perempuan.
Poin plusnya sendiri
menurut saya ada pada segi teknis seperti desain gambar sampul misalnya. Menurut
saya desainnya manis. Perpaduan warnanya cantik. Begitu juga pada desain gambar
halaman dalamnnya, teko dan cangkir.
Poin plus lainnya, untuk
segi isi cerita ada pada bahasanya yang ringan serta sedikit twist yang ada pada bagian tengah
menjelang akhir. Kalau saya bayangkan dengan menggunakan semacam skema konsep ceritanya
agak rumit, tapi disajikan dengan sangat sederhana.
Akhirnya, selamat
membaca!
Comments
Post a Comment