Oeroeg, Kawanku
Sumber: goodreads |
Judul : Oeroeg
Penulis : Hella S. Haasse
Penerjemah : Indira Ismail
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : Oktober, 2009
Tebal Halaman : 144 halaman
ISBN : 978-979-22-4986-6
“... bagaimana aku bisa dengan singkat menjelaskan siapa dan seperti apa Oeroeg? Oeroeg kawanku. Hampir sejak aku dilahirkan, ia satu-satunya mahluk hidup di lingkunganku yang mengalami setiap tahap keberadaanku, setiap ingatan, setiap kesan. Dan tak hanya itu. Oeroeg lebih daripada itu.” – halaman 68.
Seperti yang tertulis pada halaman 133, Oeroeg adalah laporan pencarian jejak masa lalu. Novel ini bercerita tentang bagaimana tokoh Aku mengenang kembali masa remajanya. Masa di mana ia selalu bersama dengan Oeroeg. Oeroeg kawannya.
Namun, saat beranjak dewasa persahabatan mereka justru semakin merenggang. Oeroeg mulai menjaga jarak darinya. Ia pun merasa dijauhi dan diasingkan oleh Oerog. Hingga pada akhirnya, hubungan keduanya tampak benar-benar putus selamanya. Buat saya pribadi, sebetulnya jalan ceritanya cukup menyedihkan. Saya sempat terharu saat membacanya.
Salah satu bagian yang sempat membuat saya terharu adalah
Namun, saat beranjak dewasa persahabatan mereka justru semakin merenggang. Oeroeg mulai menjaga jarak darinya. Ia pun merasa dijauhi dan diasingkan oleh Oerog. Hingga pada akhirnya, hubungan keduanya tampak benar-benar putus selamanya. Buat saya pribadi, sebetulnya jalan ceritanya cukup menyedihkan. Saya sempat terharu saat membacanya.
Salah satu bagian yang sempat membuat saya terharu adalah
“Sidris –ibu Oeroeg, menanyakan Oeroeg yang sudah dua tahun lebih tidak bertemu dengannya. Ia membicarakan Oeroeg dengan nada yang terdengar tidak hanya mengandung rasa bangga namun juga kesedihan... kurasa ia sudah pasrah menerima kenyataann bahwa Oeroeg telah meninggalkan dirinya dan dunianya. – halaman 107.
Tokoh aku –sebagai salah satu tokoh utama di sini, adalah seorang lelaki Belanda. Berbeda dengan Oeroeg yang mana merupakan seorang pribumi. Oeroeg memiliki perawakan yang ramping, berotot, serta bermata besar dan tajam. Meski sikapnya cenderung acuh tak acuh, namun Oeroeg adalah anak yang cerdas. Sementara itu, tokoh Aku digambarkan dengan perawakan yang tinggi. Untuk penokohannya sendiri, jujur saya kurang bisa membaca perwatakan si tokoh Aku. Saya merasa pikiran tokoh Aku dibuat cukup kompleks (namun juga sederhana secara bersamaan) dan itu membuat saya kesulitan untuk mendekripsikan bagaimana watakdari tokoh Aku.
Membaca novel ini mengingatkan saya akan novel dengan judul “Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya”. Sama-sama menggunakan sudut pandang orang pertama yang diambil dari kacamata tokoh Aku. Perbedaannya ada pada penggunaan diksi. Oeroeg menggunakan diksi yang lebih mudah dipahami.
Selain, tokoh dan Oeroeg, tokoh lain yang cukup banyak mendapat sorotan di antaranya adalah Lida –orangtua asuh Oeroeg, Ayah dari tokoh Aku –yang disiplin, Abdullah, dan Eugenie –ibu tiri tokoh aku yang digambarkan praktis, lugas, namun kurang ekspresif.
Membaca novel ini mengingatkan saya akan novel dengan judul “Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya”. Sama-sama menggunakan sudut pandang orang pertama yang diambil dari kacamata tokoh Aku. Perbedaannya ada pada penggunaan diksi. Oeroeg menggunakan diksi yang lebih mudah dipahami.
Selain, tokoh dan Oeroeg, tokoh lain yang cukup banyak mendapat sorotan di antaranya adalah Lida –orangtua asuh Oeroeg, Ayah dari tokoh Aku –yang disiplin, Abdullah, dan Eugenie –ibu tiri tokoh aku yang digambarkan praktis, lugas, namun kurang ekspresif.
Hanya satu yang saya sayangkan dari novel ini, yaitu tentang penggunaan sudut pandangnya. Semua yang diceritakan di sini hanya berasal dari sudut pandang tokoh Aku. Jelas, jika kemudian saya penasaran bagaimana jika ceritanya dibuat dari sudut pandang Oeroeg. Ah, andai saja novel ini dibuat dwilogi!
Untuk masalah ending, novel ini memiliki akhir cerita open interpretation. Akhir cerita diserahkan kepada pembaca. Kalau saya pribadi, menyikapi ending cerita yang ada pada novel ini, merasa bahwa akhir ceritanya terasa agak anti-klimaks.
Selanjutnya, untuk segi kover, ah! Jelas saya sangat jatuh cinta dengan sampulnya. Sangat sederhana namun justru terlihat menarik dan sangat representatif. Tone yang digunakan pada sampulnya menurut saya sangat cantik. Begitupun tata letaknya yang tidak neko-neko. Akhirnya, ijinkan menuliskan tiga kata untuk novel ini. Mengesankan. Sederhana. Mengharukan.
Akhir kata, selamat membaca!
Comments
Post a Comment