Shamrock
dan Raven
Sumber: goodreads |
Judul : Kahve
Penulis : Yuu Sasih
Penerbit : de Teens
Tahun Terbit : Mei, 2015
Jumlah Halaman : 240 halaman
ISBN : 978-602-255-894-1
“Kamu sudah tahu... tapi menolak untuk tahu. Beberapa kamu memang tidak tahu, tapi kamu memutuskan untuk tidak mencari tahu.... Tidak semua hal harus muncul di depanmu sebagai jawaban utuh, Kencana. Kadang kamu harus mencari.” – halaman 135-136.
Seperti apa yang ada pada kutipan kalimat
di atas, begitulah kira-kira inti dari novel ini. Tentang sebuah “misi”
pencarian yang dilakukan oleh Kencana. Sayangnya, pencarian itu sama sekali
tidak mudah. Pertama, karena dia sendiri justru menolak untuk mengetahui apa
yang sebenernya terjadi. Kedua, petunjuk-petunjuk yang ia dapatkan pun terkesan
sangat buram dan acak.
Semua berawal dari kepergiannya ke ibu
kota untuk kuliah sekaligus mencari jawaban atas alasan Saras, kakaknya, bunuh
diri. Sebelumnya, dia menemukan gambar shamrock
(semanggi berhelai tiga) di buku harian kakaknya yang bertanggalkan empat bulan
sebelum hari kematiannya, yang juga menjadi entri terakhir di sana. Isi dari
halaman yang dipenuhi gambar semanggi itu menyatakan bahwa kakaknya baru saja
mendapatkan hasil ramalan yang bagus dari Black Dream, sebuah kedai kopi di
dekat kampusnya.
Maka, setibanya di Jakarta Kencana pun
segera mencari kedai kopi yang dimaksud. Dari sanalah kepingan-kepingan
petunjuk mulai muncul satu-persatu. Namun, tentu Kencana tidak menyadarinya.
Baginya petunjuk-petunjuk –yang tidak disadarinya, itu adalah hal-hal yang
aneh.
Dari kedai kopi itu pula ia kemudian
mengenal orang-orang yang selanjutnya menjadi teman dekatnya. Ada Farran, sang barista
sekaligus tasseografer yang bermata
sipit. Linda yang supel serta memiliki kulit bak porselin. Ada pula Rasy yang
berbadan besar –mirip seorang atlet, namun memiliki suara yang merdu.
First
impression saya terhadap novel ini –mulai dari membaca halaman
pertama hingga selesai, adalah bingung. Isinya sangat misterius, terlebih di
bagian awal. Sesudahnya saya selesai membacanya pun begitu. Ada beberapa
pertanyaan di kepala saya yang masih menggantung –bahkan sampai dengan tulisan
ini saya buat.
Akan tetapi, menurut saya itulah daya
tarik dari novel ini. Kebingungan. Ya, dengan kebingungan itulah di sini
penulis menuntun pembaca untuk mencari jawaban sehingga pada akhirnya novel ini
selesai dibaca. Dan karena itu pula, akhir ceritanya menjadi sulit ditebak.
Saya sendiri baru benar-benar nyambung ketika halaman yang saya baca telah
mencapai separuh dari total jumlah halaman.
Novel ini ditulis dengan sudut pandang
orang ketiga dan beralurkan maju-mundur. Kalau menurut saya pribadi, alurnya
sangat acak dan terkadang membingungkan. Tapi lepas dari itu, novel ini cukup
seru sebetulnya.
Lepas dari itu, di halaman 240 penulis
menuliskan bahwa ia bertekad untuk memasukkan isu-isu sosial dalam setiap
karyanya, termasuk pada novelnya yang satu ini. Dan menurut saya, apa yang
diinginkan penulis itu berhasil untuk ia wujudkan. Ada satu isu sosial yang memang
diangkat dalam novel ini, yakni tentang gender. Belakangan saya pun sadar akan
alasan mengapa pada halaman persembahan tertulis “untuk perempuan”.
Kemudian, untuk gambar sampulnya saya
merasa tidak ada masalah. Saya cukup menyukainya, gambarnya terkesan syahdu.
Hanya saja saya cukup menyayangkan ukuran huruf yang digunakan untuk tulisan
“shamrock & raven”. Buat saya ukurannya membuat sampul novel ini terkesan
“penuh”. Andai tulisan “shamrock & raven” diperkecil hurufnya dan dibuat
menjadi satu baris saja. Saya pikir, itu akan menunjukkan kesan yang lebih
rapi. Selebihnya, sih, saya tidak
merasa ada masalah. Dan bagi para pecinta kopi, saya pikir tidak ada salahnya
jika kalian membaca novel ini.
Akhirnya, selamat membaca!
Comments
Post a Comment