Empat sekawan
Sumber: goodreads |
Penulis : Koko Ferdie
Penerbit : PING!!!
Tahun terbit : 2014
Jumlah halaman : 220 halaman
ISBN : 978-602-255-640-4
Seperti judul postingan resensi ini, novel yang saya resensi kali ini kebetulan bercerita tentang empat orang sahabat yang masing-masing masih duduk dibangku SMA. Rain –yang cenderung pendiam. Samudra –yang jago olah raga. Awan –yang dewasa dan baik hati. Nadia –yang sedikit emosional. Cerita di novel ini dimulai dari saat mereka tengah mengalami masa orientasi. Rain, Nadia, dan Awan kebetulan berada di satu sekolah yang sama. Sedangkan, Samudra ada di sekolah yang berbeda.
Tidak jauh berbeda dengan novel-novel teenlit yang biasanya kita temui, lagi-lagi novel ini mengambil tema tentang persahabatan dan cinta. Meski memang jalan cerita mudah ditebak, tetapi saya cukup suka dengan cerita yang diangkat di dalamnya. Sangat sederhana dan sangat sesuai dengan realita kisah remaja saat ini.
Saya pribadi tidak mau terlalu banyak menuliskan plot cerita di sini, jadi biar kalian membacanya sendiri hehe. Intinya adalah ada cinta segi empat di dalamnya. Lepas dari itu, keempat tokoh utama di sini memiliki masalahnya masing-masing. Dimulai dari Rain yang masih belum bisa menerima ibu tirinya. Ibunya telah meninggal dan ayahnya kemudian memutuskan untuk menikah lagi. Bagi Rain yang sangat dekat dengan ibu kandungnya hal tersebut tentu saja agak sulit untuk diterima. Namun, pada akhirnya sebuah rahasia terkuak dari cerita ibu tirinya dan cerita tersebutlah yang kemudian mampu membuatnya “berdamai” dengan masalah ini.
Kemudian beralih pada Awan yang selalu bermasalah dengan mamanya yang tak suka dengan kegiatan sosial yang dilakoninya. Awan di sini dapat disebut sebagai relawan atau aktivis atau apapunlah itu, sebab ia menaruh perhatian yang lebih kepada anak jalannya. Bersama beberapa orang temannya ia membangun sebuah rumah kecil sebagai taman bacaan khusus anak jalanan. Namun, kedua orang tuanya –terlebih mamanya, tidak menyetujuinya hal itu.
Lalu, Samudra. Siapa sangka dibalik tubuhnya yang terlihat sehat dan baik-baik saja, ternyata ada penyakit yang bersarangg di dalamnya. Yang patut diapresiasi dari Samudra, meski ia tahu sakitnya telah begitu parah, namun ia tak berhenti begitu saja untuk mewujudkan impiannya. Dan terakhir, adalah cerita tentang si Nadia dengan kisah cinta yang menurutnya begitu pilu.
Cerita di dalam novel ini diceritakan melalui kacamata masing-masing tokoh utamanya. Namun, saya pribadi menyayangkan, mengapa gaya penceritaan dituliskan dengan sudut pandang orang ketiga. Rasanya jadi kurang “nendang”. Untuk alurnya sendiri, saya di sini menilai bahwa alur yang digunakan adalah alur maju. Hanya saja pada beberapa bagian terselip fragmen-fragmen cerita yang menggunakan alur flashback. Anyway, sebetulnya saya sangat suka dengan bagian awal bab pertama. Di mana cerita dituliskan dengan latar tempat di Jerman. Tadinya saya pikir cerita pada keseluruhan novel ini akan mengambil latar di Jerman. Tapi, ternyata setting tempat dominan ada di Jakarta.
Ah, ya. Satu lagi. Saya pribadi masih belum paham kenapa novel ini berjudul “Membagi Rindu”. Maksud saya, saya tak menemukan bagian mana yang menjelaskan judul novel ini. Memang di dalamnya ada percakapan yang membahas bagian rindu ini. Namun, bagi saya jika kemudian kembali melihat secara keseluruhan judul tersebut saya rasa kurang representatif dengan inti cerita.
Selanjutnya, untuk segi teknis, saya cukup suka dengan warna sampulnya. Nuansanya kalem. Cukup pas jika disandingkan dengan kepribadian Rain –yang mana menjadi tokoh utama yang paling domnian dalam penceritaan. Sedangkan, untuk desain halaman dalam menurut saya biasa saja. Jelek tidak, menarik juga tidak. Hanya mungkin saya menaruh kesan yang sedikit kaku saja.
Overall, novel ini cocok untuk dibaca oleh remaja untuk dijadikan pelepas penat setelah ujian. Dan satu lagi, saya tidak menemukan kesalahan penulisan di dalam novel ini. Yeay!
Jadi, selamat membaca!
Comments
Post a Comment